Jangan Asal Mengalir

Jangan Asal Mengalir

Rasa deg-degan menghantui benak saya saat melewati lorong pelabuhan Sekupang, Batam. Rasa itu semakin kencang saat petugas imigrasi memeriksa kelengkapan paspor saya, maklumlah hari itu adalah hari di mana saya dan empat teman saya melakukan trip ke negeri singa tanpa seorang yang sudah berpengalaman. Yah, kami memang nekat melakukan itu untuk merayakan sebuah momen yang menurut kami memang special.

“Fiskal Bapak ada?” tanya petugas itu menstimulasi ketegangan saya.

“Belum ada, Pak” jawabku sekenanya.

“Silakan Bapak urus dulu di sebelah sana” jawabnya sembari mengembalikan paspor saya dan menunjukkan sebuah ruangan keimigrasian.

Oopps, gak lolos verifikasi nih, batinku.

Teman-temanku yang sudah lolos pemeriksaan imigrasi kontan kaget dan heran. Saya sendiri tak kalah heran mengapa dari lima orang hanya saya yang gak lolos. Balakangan kuketahui alasannya hanya karena paspor saya dibuat di Jogja sedangkan punya mereka dibuat di Batam sehingga mempunyai fasilitas bebas fiskal. Setelah merogoh uang 300 ribu di dompet – resminya 500 ribu tapi ditawari petugas bisa murah tanpa kwitansi – akhirnya saya lolos.

Setibanya di World Trade Center, kembali kami berhadapan dengan petugas imigrasi. Melihat dokumen perjalanan saya lengkap, sang petugas menanyakan tujuan kami, lama tinggal, tiket pulang dan ada berapa uang Sin$ di dompet kami.(!)

Singkat cerita, kami lolos. Tujuan kami berikutnya adalah melihat patung singa yang sering saya lihat di layer kaca. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, muter kesana-kemari naik taksi dan bus kami benar-benar merasakan ‘jalan-jalan’. Ya, benar-benar jalan kaki yang akhirnya nyasar ke – semacam – pasar loak !. Memalukan…!

Daripada pusing, setelah rehat sejenak di sebuah taman kami sepakat untuk kembali ke WTC. “Muter-muter di sana saja” ujar temanku bernada pasrah.

Secuil kisah masa lalu yang kadang membuat saya tersenyum saat mengingatnya – dan memalukan - dan menggelitik saya untuk tidak meremehkan yang namanya ‘rencana’.

Kalo ada yang berpendapat kisah di atas berjalan tanpa rencana akan saya amini karena memang semuanya berangkat dari sebuah keisengan dan kenekatan.

Tahun yang baru, harapan yang baru dan – belajar dari kisah tadi – harus ada rencana baru.

“Bikin wishes list donk, Oom” perempuan satu ini mengingatkanku.

Sepertinya bukan cuma wishes list, but plans list as well.

Meminjam kalimatnya Bp. Dahlan Iskan (Ganti Hati, Sebuah Pengalaman Pribadi), “Biarkan kehidupan ini mengalir seperti air, tapi air yang mengalir deras.” Tentunya gak bisa mengalir deras tanpa planning kan bos?

So, do you have any plan for 2008 ?

1 comment:

  1. Saya juga pernah tu ke S'pore via batam! Tapi waktu itu saya sendirian dan alhamdulillah ga ada apa2. Padahal passport saya passport Bogor. Hmmmm.. kok bisa ya bayar visa cuma 300? Saya waktu itu 500.. :( Tapi worth banget deh ke sana via batam! Udah murah, sempet tahu pelabuhan s'pore lagi yg menurut saya bagus bgt! :D

    Beteweii, salam kenal ya! ;)

    ReplyDelete

Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya..

Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home