Gempa 5,9 SR Waktu Itu...

Gempa 5,9 SR Waktu Itu...

Jogja, Sabtu 27 Mei 2006

05.00 WIB
Seperti biasa aktivitas di pagi hari berangkat ke pasar yang berjarak kurang dari 2 kilometer. 

05.30 WIBTak berselang lama aku sudah berada di depan televisi sambil menyantap menu sarapan nasi Gudeg. Berita pagi dan tayangan highlight sepakbola menjadi sajian berikutnya. Bantal menjadi penyangga kepala saat merebahkan diri. 

05.55 WIBSuara bergemuruh datang tiba-tiba dari arah dapur. Tak butuh waktu lama untuk mengenali suara itu, dengan cepat kuberanjak dari posisiku menuju ke luar rumah.
''Gempa...gempa..,'' kuberteriak sambil berlari menuju ruang terbuka.



Saat menuju ruang terbuka sekilas kumelihat sebuah bangunan lama yang tak berpenghuni perlahan roboh tak kuat menahan guncangan.

Brraaaakk....
Suara itu semakin menambah kepanikan beberapa tetangga yang telah berkumpul di depan rumah di ruang terbuka.
Sekian menit berlalu, kucoba menuju ke jalan raya. Terlihat orang-orang berkurumun di luar rumah. Sengaja kubuang pandangan ke Utara jauh di puncak gunung Merapi. Kumpulan awan keluar dari puncak Merapi.
''Oh, gempa vulkanik,'' aku bergumam sendiri.

Beberapa pekan sebelumnya gunung Merapi memang sudah menunjukkan aktivitas vulkaniknya. Beberapa media massa stand by di sekitar gunung Merapi untuk memantau perkembangan aktivitasnya.
Kepanikan, shock masih terlihat dari bahasa tubuh keluarga dan tetangga. Kuambil hape dan mengabari beberapa rekan di Batam yang memiliki keluarga di Jogja.  Tak berselang lama, jaringan komunikasi di area Jogja terputus untuk beberapa jam. 
 
08.20 WIB
Dua jam lebih gempa berlalu, ibu menyuruhku untuk menjemput kakak yang berada di daerah Berbah. Maksud beliau agar seluruh keluarga berkumpul. Honda Supra Fit kupacu menuju timur bandara Adisucipto, sepanjang perjalanan terlihat kerusakan beberapa bangunan.


Amplaz
kerusakan di dinding Ambarukmo Plaza
Saphir Square
Kerusakan di Saphir Square

Aku menuju jalan Adisucipto Solo dengan rute Mirota Kampus - Colombo - Gejayan dan melalui jalan pintas daerah LPP menembus Jl. Adisucipto.
Belum sampai menembus ke jalan Adisucipto terlihat dari arah berlawanan gerombolan pengendara motor manyalakan lampu sepeda motor dan membunyikan klakson mereka.

''Air naik..air naik..tsunami..tsunami...,'' teriak mereka kepada pengendara motor yang lain.

''Balik! balik!'' lanjutnya sambil memberikan isyarat tangan untuk berputar arah. 


Siapa yang tidak panik pada saat itu di bawah bayang-bayang peristiwa tsunami Aceh beberapa tahun sebelumnya.
Segera kuputar motor dan kupacu motor menuju Utara. Kubelokkan motor ke arah kampus UNY, dan dari arah Barat muncul gerombolan motor serupa.

'Tsunami..tsunami..!'' teriak mereka. 


Kembali aku balik arah ke Timur dan belok ke Utara melalui gang di samping kampus UNY.
Pikiranku waktu itu hanya menuju ke tempat yg lebih tinggi. Utara. Saat itu aku hanya mengikuti orang-orang, ketika beberapa orang berbelok ke sebuah bangunan, aku pun mengikutinya.

Ternyata sebuah masjid berlantai dua. Dengan segera aku menuju lantai dua. Di sana sudah terlihat beberapa orang yang panik, menangis dan gelisah. Semua jadi satu. Ada yg sibuk dengan hape mencoba menghubungi keluarga mereka. Aku bisa mengenali sebagian mereka adalah mahasiswa perantau.

Ku coba mengabari keluarga di rumah mengenai posisi dan kondisi. Jaringan komunikasi yang sudah pulih ternyata mengalami gangguan karena lalu lintas yang padat. Setelah mencoba beberapa kali melakukan panggillan, pada akhirnya aku hanya bisa mengirimkan kabar melalui SMS.
Aku ada di Gejayan, posisi aman


Hampir satu jam aku berada di masjid itu sambil menunggu situasi mereda. Beberapa orang mengabarkan kalau tsunami hanyalah isu. Tak berapa lama kemudian aku sudah berada bersama keluarga di rumah.
Mereka bercerita tentang apa yang terjadi saat ada isu tsunami datang. Ada yang berlari hingga jauh, ada yang menumpang mobil pick-up ada pula yang bertahan.
Tsunami
Tidak Ada Sunami, meredam isu

11.30 WIB
Kepanikan sudah mereda, keluarga berkumpul di depan televisi melihat kondisi Jogja melalui media massa. Belakangan diketahui sumber gempa bukan gempa vulkanik dari gunung Merapi, melainkan gempa tektonik di sesar sungai Opak, Bantul. 


12.00 WIB
Liputan 6 Siang SCTV menyiarkan secara langsung dan eksklusif dari BantuL. Mengapa beberapa stasiun TV cepat menayangkan berita gempa Jogja? Waktu itu beberapa media massa sudah stand by di area gunung Merapi untuk meliput aktivitas Merapi, sehingga begitu ada gempa kemungkinan besar mereka langsung turun gunung. 


19.30 WIB
Trauma masih menyelimuti anggots keluarga dan tetangga. Sesekali gempa susulan ringan masih terasa. Mereka memutuskan untuk tidur di depan rumah beratapkan langit.


23.45 WIBBaru kali ini aku merasakan tidur yang begitu tak nyenyak. Sesekali terbangun karena merasakan gempa kecil susulan yang biasa disebut dengan lindu.


Aku rasa ini tak seberapa dibandingkan dengan mereka yang berada di daerah Bantul yang harus kehilangan tempat berteduh dan bahkan kehilangan saudara mereka.


Bethesda
perawatan pasien di RS. Bethesda pasca gempa
Heli
Helikopter tim SAR di rumah sakit darurat


4 comments:

Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya..

Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home