Corat marut persepakbolaan nasional bagaikan benang kusut. Kompetisi tertinggi sepakbola Indonesia semakin berantakan. Di era kepemimpinan Nurdin Halid muncul liga tandingan LPI yang menjanjikan membawa angin segar perubahan persepakbolaan nasional.
Setelah Nurdin Halid terguling, muncul nama Djohar Arifin yang diharapkan mampu membawa perubahan besar. Namun apa lacur, di bawah kepemimpinan Johar, profesionalitasnya perlu dipertanyakan bahkan tak lebih baik dari pendahulunya Nurdin Halid. Kebijakan-kebijakannya terbilang aneh mulai dari penggantian nama liga dari ISL menjadi IPL (LPI) termasuk badan hukumnya, jumlah klub peserta kompetisi hingga jadwal pertandingan. Di tangan Djohar Arifin PSSI seperti boneka yang mengakomodir kepentingan oknum tertentu.
Anggapan kompetisi menjadi ladang bisnis tak sepenuhnya salah bahkan klub-klub peserta kompetisi diharuskan setor keuntungan dari penjualan tiket laga kandang sebesar 10%. Di saat klub mati-matian mencari dana sponsor karena tak lagi didukung APBD, kini malah dipalak. Kalau sudah begini dan begini terus harapan memajukan sepakbola nasional tinggal mimpi. Profesionalitas pengurus LPI menjadi tanda tanya besar, seperti logo baru LPI.
Benarkah Djohar Arifin itu boneka Arifin Panigoro? :(
ReplyDeleteSangat disayangkan. :(